PEMENTASAN SENI ; DAYANI SASANA AKSARA “SIAP,KAPITAN!” oleh Yuniar Resti

November 30, 2019


"Kalau bukan karena usia, masih banyak laut yang kucecap asinnya. Tapi semesta menentukan berbeda kali ini. Kutitipkan rindu pada sebagian riak ombak yang berdebur lamat-lamat ketika tenang."
.
Pementasan Teater oleh DAYANI SASANA AKSARA membuat saya tergelitik untuk mengulas nama pementasan ini. DAYANI SASANA AKSARA. Dayani yang berasal dari akronim Berdaya Seni, Sasana yang berarti tempat atau ruang, dan Aksara yang berarti karya, entah berupa naskah ataupun tulisan. Sehingga, muncul lah makna “Berdaya seni lewat tempat atau ruang yang bisa berupa panggung dan tulisan atau naskah.”
foto : Poster DAYANI SASANA AKSARA ; "SIAP, KAPITAN!"


Foto : poster DAYANI bekerjasama dengan TEATER KRIDA

Foto : Update poster HTM Promo


Foto : Mbak Moderator membuka acara

Nah, saya ingin coba gambarkan suasananya terlebih dulu,ya. Biasanya, teater identik dengan pementasan di sebuah gedung yang memiliki ruangan luas,  kursi penonton yang tertata rapi, dan mungkin dengn tirai merah. Tapi tidak dengan pementasan yang satu ini. Lokasinya dipilih di sebuah coffeeshop kawasan Dewandaru yang terkesan asik buat ngopi dan bersantai ria, tapi di tempat ini ternyata disediakan coworking space untuk momen kekaryaan macam DAYANI SASANA AKSARA ini. Kemudian, penonton yang sejak tadi menunggu di luar mengantre, baru dipersilakan masuk memasuki ruangan beberapa menit sebelum pementasan dimulai dan duduk bersilah tanpa ada jarak antara para aktor yang akan tampil dengan para penontonnya. Background dibiarkan polos dengan kain hitam yang mengitari setengah dari ruangan itu. Kapasitas ruangan bisa dikatakan dapat menampung 20-100 orang kalau mau duduknya lebih rapet,sih hehe. Meski demikian, tempat seperti itu bisa tetap asik untuk menyaksikan sebuah pertunjukkan seni teater ini.
foto :Ruang dan keramaian penonton

Lumayan deg-deg serr diberi kesempatan yang (bagi saya) ngawur langsung dari sutradara pementasan DAYANI SASANA AKSARA dengan mengangkat judul “Sang Kapitan!” ini. Bukannya apa-apa, untuk disebut mengulas sebuah seni pertunjukan, bagi saya ini masih terlalu berat. Tapi syukur-syukur karena si pemilik hajatan mengundang saya hadir dalam pementasan ini, tinggal duduk dan nikmati sajian dedek-dedek unyu yang super ini. 
Foto : undangan Pementasan Perdana DAYANI SASANA AKSARA 

Jadi, ya hepi-hepi aja dong menyaksikan karya Mbak Yuniar Resti yang notabene adalah si penyutradara. Jadi, mungkin lebih asik kalau menceritakan apa yang saya lihat secara kesuluruhan dan sedikit nyeletuk pendapat dan respon saya sebagai penonton pertunjukan ini. Langsung saja,nih.

Pementasan diadakan di lantai 2 coffeshop sekaligus ruang bersama di EZO Co-Working space pada Jumat, 29 November 2019 pukul 19.30 kawasan Dewandaru. Pementasan ini ternyata diadakan 2x1 atau 2 kali pementasan ditayangkan dalam satu hari. Pertama, di sore hari jam 16.15 dengan harga tiket yang super baik, dari Rp 15.000 masih juga dipotong harga menjadi Rp 10.000 dan pementasan di malam harinya jam 19.30 dengan harga tiket Rp 15.000 saja.

Memasuki ruangan, saya disambut ramah oleh para penyelenggara dan diarahkan menuju tempat yang masih kosong. Sembari menunggu pementasan dimulai, penonton diiringi dengan alunan musik akustikan. Tidak lama kemudian, moderator masuk membuka acara. Basa-basi dengan para penonton menyenggol soal “sobat ambyar”, mungkin karena masih merempet dengan fenomena Sobat Ambyar yang sedang riuh dibicarakan di media sosial. Dari sini, saya menduga akan ada kejutan sebagai pembuka dalam cerita. Ternyata, sang moderator mempersilakan ketiga aktor yang disebut sebagai Trio Ambyar.



Foto :aksi TRIO AMBYAR


 Trio ambyar ini menjadi pemecah suasana yang hangat, karena mereka menyajikan hal kocak di atas panggung sambil memperagakan kejadian yang telah lalu. Ada Samsul, Maul, dan Nur. Ketiga pemuda ambyar ini jadi pembuka yang kocak sekaligus bikin gregetan penonton, karena ketiganya jadi sering ngotot-ngototan karena hal sepele. Ya seru, penonton dibuat ngakak. Seperti dagelan sehari-hari anak remaja Malang pada umumnya.

Ketika pementasan Trio Ambyar usai, penonton sempat diberikan jeda untuk para pemusik memainkan akustiknya. Tiba-tiba suasana hening, seolah penonton diseting dari tawanya yang terbahak-bahak, jadi tertahan seketika karena pementasan sesungguhnya membuat penonton jadi lebih fokus.  Seolah terdistrak dari yang awalnya ke ranah humor, momen serius seolah menjadi minoritas dalam pikiran penonton barangkali kesan humor sudah lebih dulu terekam dalam benak mereka. Tapi dikit,sih. Maksudnya, barangkali sang sutradara atau sang penulis cerita ingin menampilkan kesan menghibur tanpa mengurangi isi cerita di dalamnya. Kok bisa gabungkannya gitu, loh.

Penampilan “SIAP,KAPITAN” yang menceritakan tentang seorang pelaut yang sudah malang-melintang di dunia pelayaran sedari mudanya. Awal kisah, digambarkan seorang kakek yang membungkuk dan menggunakan tongkat sebagai alat bantu berjalannya menuju ke panggung kemudia duduk di sebuah bangku, kalau saya cerna perjalanan cerita ini, latarnya berada di tepi lautan. Semacam pelabuhan. Lalu sang kakek di datangi oleh seorang pemuda pekerja kawasan itu sambil terheran melihat sang kakek yang terdiam ketika diajak bercanda, dan ternyata diam-diam sang kakek yang ternyata adalah seorang kapitan jaya pada masanya itu, sedang merenung dan enggan untuk pulang, meski sang isteri keempatnya datang mengajaknya pulang.

Berbagai persoalan kehidupan sang Kapitan ternyata berasal dari keserakahan keluarganya sendiri. Mulai dari anak pertama laki-lakinya bernama Koni, pada akhirnya malah menjual tanah Sang Kapitan untuk hura-hura, anak pertama perempuan satu-satunya bernama Nuke yang ternyata memiliki mimpi menjadi seorang pelaut,sama seperti bapaknya. Sayangnya, malah menjual ketiga kapal laut andalan milik bapaknya lalu membeli kapal yang baru berteknologi tinggi. Ada lagi menantu yang ingin bercerai dengan anaknya, karena telah salah menilai suaminya kaya dan bertanggungjawab, malah sebaliknya terlilit hutang, hingga akhirnya pun bangkrut. Hingga akhirnya terpaksa harus berhenti melaut karena banyaknya faktor yang membuatnya tidak berdaya lagi. Termasuk usianya yang tak lagi muda. Bahkan, seorang yang sudah berjuang susah payah seperti sang Kapitan, bisa gagal hanya karena Keluarga yang tidak bisa mendukung secara tulus. Asiknya, kemasan perpindahan itu disajikan secara apik oleh para aktor. Seperti contohnya ketika reka adegan pertama, para awak kapal menutup matanya dengan kain putih dan diam. kadang bersuara menimpali dialog aktor lain. Dan mereka memvisualkan dalam kurun waktu yang sama dengan reka adegan para awak kapal itu sendiri.











Bila mengulik kisahnya, pementasan teater kali ini sangat menarik. Bahkan bagi penonton yang perlu hiburan pementasan teater seperti Dayani ini, seperti SERSAN POLISI alias Serius tapi Santai Pokok lihat situasi. Bukan tidak mungkin, kalau pementasan ini akan menjadi tolok ukur pementasan berhasil selanjutnya. Dan, buat kalian yang suka bosan dengan pertunjukkan teater yang itu-itu saja, barangkali pementasan DAYANI ini bisa menjadi salah satu referensi yang asik untuk diterapkan. Ingat, diterapkan sebagai referensi,ya. Bukan di plagiasi. (BGB-MLG/30/11/19)

You Might Also Like

0 coment�rios

Like us on Facebook