KEKASIH YANG TAK MEMINTA TAKDIR

June 30, 2019

 (Foto : Dokumen Pribadi)





           KEKASIH YANG TAK MEMINTA TAKDIR




            Ingat. Ini bukan cerita tentang cinta. Yang ujung-ujungnya selalu berakhir bahagia. Kalian perlu tahu, cinta mana yang kisahnya tak pernah terluka? Aku ingin tahu, coba ceritakan padaku satu saja tentang kisah yang tak pernah terluka.

 "Aku bangga memilikimu, An"

         Senyum merekah itu masih teringat jelas dalam ingatan Anne sesaat sebelum dunia melenyapkan kepercayaannya.

 "Jangan berkata begitu, tak ada yang lebih membanggakan daripada apa yang akan kau dapatkan nanti setelah wisuda."
"Dengarkan ini, Anne. Aku bersumpah. Demi Dewa manapun, semua nabi,ataupun para malaikat sedang bersiap-siap mendengar ucapan tulusku ini,..." suara Darwin terdengar menggelegar, sehingga seluruh halaman kampus menoleh ke arah keduanya.
"Hush, sudahlah, jangan diteruskan. Suaramu hanya akan membiarkan anak burung mati kelaparan sebelum induknya kembali" Anne bergegas menutup bibir Darwin dengan ucapannya yang terkesan mengejek.

          Anne masih mengingat jelas, titik dimana kebahagiaan itu benar-benar nyata.Darwin memang bukan lelaki impiannya, tapi ia lah yang menjadi penakluk ketakutan Anne setelah kehancuran kedua orangtuanya.

       Disisi lain, Anne masih saja mengutuk diri perihal rumah tangga kedua orangtuanya lima tahun lalu. Kini Anne hanya mengenal nenek yang membesarkan dan melindunginya dari rentannya kondisi mental yang begitu dikhawatirkan nek Bian. Nenek mana yang tak mencintai cucu kandungnya sendiri, apapun Nenek Bian lakukan demi kesembuhan mental cucunya.

"Anne sayang, cucu nenek. Sini nak, sudah begitu besar kau sekarang, nak?" sambil membelai rambut Anne yang tengah duduk memeluk pigura ibundanya. Anne tampak begitu kosong. Tapi tetap dalam kesadaran. Lebih tepatnya setengah sadar. Kedua matanya sembab, wajahnya kusut seperti baju yang belum disetrika nenek.
 "Anne, sudah makan belum, nak?" nenek Bian kembali membangunkan Anne dari lamunannya. Tapi yang didapat oleh neneknya adalah petaka. Petaka yang tak pernah diharapkan kembali pada cucu semata wayangnya.
"Nenek? Anne, Anne, Anne. Siapa itu Anne? Dari tadi kau meracau terus. Bisakah kau diam barang seharipun tak usah bicara! Pusing aku mendengar suaramu!"

          Awan mendung di siang bolong tetiba menutupi atap rumah keluarga Bian. Nenek Bian tahu hal ini akan terjadi lagi. Sudah seringkali beliau mengajaknya bicara. Tapi Anne selalu menyangkal akan nama yang dimiliki ibundanya sendiri.
"... Aku pergi dulu" tanpa sepatah katapun terucap sebelumnya, Anne sudah bergegas menuju bibir pintu rumah keluarga Bian.
"Wahai cucu semata wayangku, janganlah kau mengingkari ucapan orangtua. Jangan pergi kala langit tiba-tiba gelap. Badai akan menghadangmu, nak." teriak sang nenek dibalik pintu.

"Sudah berkali-kali kukatakan padamu, hei nenek tua yang menyebalkan! Namaku bukan Anne! Dan aku bukanlah cucumu! Jangan pernah bermimpi memiliki cucu diriku!" seketika itu juga, Anne melepaskan diri dari rumah keluarga Bian. Anne Bianca pergi tanpa nama Anne. Anne kini berjalan bukan sebagai Anne. Kutukan itupun dimulai.

Aku bukan Anne. Aku bukan Anne. Aku bukan Anne. Aku tidak pernah hidup seperti ini. Tak pernah. Dia bukan nenekku. Dan aku bukan cucunya. Aku.. Aku.. Aku ini, Fero. Fero tak pernah memiliki keluarga merepotkan seperti dia.

        Sementara di seberang jalan, Darwin menyadari Anne berjalan keluar sendirian tanpa jaket ataupun payung. Di tengah hujan seperti ini, Darwin menyadari kekeliruan yang kembali dialami kekasihnya. Darwin tahu, Anne bukanlah Anne. Tapi ia tahu cara mengatasinya.
"An! Anneee!!!" Darwin melambaikan tangan dari kejauhan. Meneriakkan nama Anne yang sedang tegas menerjang hujan.
"Anneeeee!! Aku di sebelah siniii!"

         Ternyata Anne menyadari kehadiran Darwin yang meneriakkan namanya sejak tadi. Dua sejoli manakah yang tak bahagia melihat kekasih hatinya datang. Anne menghampiriDarwin tanpa ragu. Anne menyeberang jalan tanpa dibantu siapapun, bahkan Darwin tahu itu akan dilakukan Anne, kekasihnya. Atau lebih tepatnya Fero. Anne sudah semakin dekat, dan kini mereka saling berhadapan. Anne tetap tegas dibawah guyuran air hujan. Dan Darwin, dia tetap mengusap dahi kekasihnya yang sudah basah diguyur hujan. Keduanya tak banyak bicara sesaat setelah bertemu disebuah pertokoan itu.Darwin memandangi wajah kekasihnya yang begitu dipujanya itu. Sampai pada akhirnya, sesuatu aneh kembali terjadi. Dan benar-benar kembali seperti semula.
"Aku pulaaaang. Neek, nenek dimana?"

         Dari arah dapur, nenek Bian sambil tertatih menghampiri sumber suara yang tak pernah asing itu. Anne. Cucunya pulang. Dengan jiwa dan raga yang sama.
"Cucuku pulang, basah sekali tubuhmu, nak?" nenek Bian memeriksa tubuh Anne yang sudah basah kuyup. Matanya sembab. Tangannya sedikit bergetar.
"Nenek kenapa? Apa ada yang mengganggumu sejak kutinggal pergi kuliah tadi, nek?"
Kuliah? Pernyataan Anne yang begitu janggal.
"Oohh, ini? Tidak apa-apa. Nenek tadi hanya sedang memasak. Biasa, bawang merah terlalu jahat di mata, sayang." nenek Bian tersedu-sedu menjawab.
"Ah, kau ini seharusnya perlu istirahat, nek. Jangan banyak beraktivitas. Biar aku saja yang nanti cari kerja, ya, nek" senyum Anne mengingatkan Nenek Bian pada mendiang ibunya. Ibu kandung Anne yang begitu serupa dengan Anne.

        Anne tidak salah. Dia tidak tiba-tiba berubah menjadi gila. Dan memanh tidak gila. Banyak orang menganggapnya gila karena suatu hal yang pernah terjadi di masa lalunya. Perceraian, perpisahan, kecemburuan, dan... Pembunuhan.
        Anne tahu, mendiang ibunya tidak dibunuh, tidak terbunuh, melainkan kecelakaan saat kembali pulang dari kerja . Tapi, setiap saat kala tiba waktunya menjelang tidur malam, suaranya selalu melontarkan kalimat "pembunuh", "pembunuh", dan "pembunuh". Entah apa yang dipikirkannya. Nenek Bian selalu berdoa agar cucu semata wayangnya itu lekas kembali seperti wanita usia 24 tahun pada umumnya. Yang ceria, aktif, mempunyai banyak teman, bermain, bahkan berkasih. Untungnya, Amir tahu apa yang perlu dilakukan. Mengajak Anne untuk selalu ingat siapa dirinya sesungguhnya. Anne Bianca. Bukan Fero, orang asing yang begitu sarkas. Entah pada nenek, orang lain, atau bahkan padanya.

           Sejak kehilangan mendiang ibunya, Anne menjadi tak karuan. Ia sering mengigau tentang kehadiran ibunya, kadang juga sedih tiba-tiba. Sehingga, wajah ayunya tertutupi raut masam yang begitu pasi.

           Lima tahun lalu, kedua orangtua Anne begitu indah dalam mencinta. Saling mendukung, mengasihi, mencintai, bahkan tak pernah ada tanda-tanda keretakan diantara keduanya. Sampai pada akhirnya, sang ayah mengetahui pesan singkat yang masuk ke ponsel sang ibu. Yang berisikan ajakan seorang lelaki lain untuk makan malam di salah satu hotel berbintang. Keduanya masih tampak baik-baik saja, sampai pada akhirnya, sebelum sang ibu pergi menuju parkiran mobil, seseorang diketahui telah memutuskan kabel rem mobil yang akan dikendarai sang ibu. Entah berita itu benar atau salah, yang Anne dengar dari beberapa orang adalah ayahnya sang pembunuh. Dan Anne mempercayai itu.

         Sejak kejadian itu, Anne tak dapat percaya lagi sebuah cinta, kasih sayang, bahkan kebahagiaan. Kecemburuan seseorang menjadikannya buta akan kenyataan yang belum jelas keberadaan kabarnya. Kecemburuan mengakibatkan seseorang mati.

         Suatu ketika, Darwin berkunjung kerumah Anne, membawakan buah kesukaan kekasihnya itu. Apel. Ada maksud lain yang ingin disampaika. Oleh Darwin pada nenek Bian. Lebih tepatnya untuk cucunya.
"Nek, mohon permisi. Atas kelancangan saya datang kemari tanpa pemberitahuan lebih dulu."

"Wah, kenapa tiba-tiba kau membawa banyak buah apel ini? Bukankah ini kesukaan cucuku, nak Darwin? Ada apa, nak?" belum selesai Darwin melanjutkan pembicaraannya, tiba-tiba Anne keluar dari kamarnya dengan wajah yang masih kusut.
"Siapa diluar, nek? Hoaaamm.." Anne menguap
"Bukalah matamu. Atau setidaknya ,cucilah mukamu dulu, nak. Ada pangeran yang akan menyampaikan sesuatu pada nenekmu yang tua rentan ini"

       Anne membuka mata, setengah tersadar. Setelah berkedip-kedip kesekian kali, barulah ia tersadar sang pujaan hatinya sudah berada di meja tamu sejak tadi.Begitu rapi, wangi, juga bersih. Ada lagi yang lebih menarik, Darwin begitu tampan hari ini. Anne melotot.
"Sayang, apa yang membawamu kesini? Biasanya kau menghubungiku dulu. Tak biasanya kau begini."
"Dasar. Mandi dulu dong. Masak iya aku harus melamar kekasihku tapi ia menyambutku tanpa membersihkan diri" Darwin tertawa kecil sambil mengejek kekasihnya yang masih mengantuk.

         Anne melotot, ia segera tersadar. Bulan Januari adalah hari impiannya untuk segera dipinang oleh kekasinya. Darwin sudah mempersiapkan semuanya di hari yang akan membahagiakannya nanti.

         Anne benar-benar terkejut dengan kehadiran Darwin yang tiba-tiba ini. Sayangnya, semalam Anne tidak mengingat pembahasan yang mereka berdua bicarakan. Atau bahkan, Anne tak ingat apa yang mereka lewati semalam. Anne hanya mengingat, semalam ia hanya tertidur pulas. Dan, Anne bertemu mendiang ibunya dalam mimpi.

        Hari itu menjadi hari yang membahagiakan bagi Darwin maupun Anne. Acara peminangan dihadiri oleh beberapa saksi dan kerabat dekat. Tak ada kemeriahan, tak ada kemewahan. Keduanya resmi sebagai suami isteri. Kini keduanya benar-benar memutuskan hidup bersama. Tanpa nenek ketahui, sebenarnya yang dipinang oleh Darwin hanya Anne, bukan Fero.

        Walau demikian kehidupan mereka berjalan seperti biasa. Tak ada keanehan yang muncul seperti pada saat mereka menjalin kasih. Hanya saja, sesuatu mulai nampak dari Anne ketika mereka berada dalam satu atap. Anne mulai bertingkah kasar. Tiap malam Anne seperti bukan dirinya. Ia tak pernah terlihat manis dan berbuat baik. Terkadang Anne lebih suka menangis dan bagai membenci Darwin. Parahnya lagi, itu terjadi hanya di malam hari. Sedangkan, saat fajar, Anne berubah lembut, dan penuh perhatian. Anne kembali seperti semula.

" Sayangku, Anne. Kau bukan lagi berada di sisiku sebagai kekasih, melainkan lebih dari itu. Kau adalah pendamping hidupku, isteriku. Katakan, adakah yang tak nyaman darimu yang mengganggu ? Sudah 2 bulan kita bersama. Tapi aku merasa resah."
" Jangan risau. Aku seperti apa yang kau pikirkan. Jangan olah pikiranmu dengan ketakutan-ketakutanmu. Jadi, pergilah bekerja dengan tenang."

         Ungkapan Anne seolah mengisyaratkan hal tersembunyi. Isyarat penuh misteri. Darwin berusaha membenahi arah pikirannya. Senyuman Anne melepaskan kepergian Darwin, angin dan kicau burung pagi itu merdu mengiringi kasih diantara keduanya. Darwin tahu, Anne belum sepenuhnya 'kembali', Anne masih perlu pendampingan, juga kasih sayang. Anne belum sepenuhnya disini. Anne belum kembali.

         Menjelang makan siang, Darwin pulang. Menyegerakan diri untuk makan siang dengan Anne. Berdua. Ditengah waktu senggang, terdengar dering telpon Darwin. Ada yang menghubunginya. Sayangnya, telpon tak ia jawab.
"Ada yang menghubungimu," pandangannya dingin.
"Iya, biarkan saja. Kita sedang berada di meja makan, sayang"  Darwin menegaskan dengan senyuman.
"Kau tahu, kita bukan lagi sepasang kekasih. Kau milikku. Pendamping hidupku. Mengapa ada yang mulai kau sembunyikan?"

          Tetiba ungkapan Anne mendobrak detak jantung Darwin. Ini bukan Anne. Ia mengubah dirinya sebagai Fero. Fero yang sarkas.
"Kau tampak manis di hadapanku. Tapi dibalik semua, kau buka pintu untuk semua tamu. Begitu?" suara Anne mulai meninggi seiring napasnya yang mulai terdengar geram. Matanya menatap Darwin tajam. Penuh ketegasan.
"Tunggu dulu, wahai kekasih hidupku. Kau akan tahu bahwa ini bukan seperti yang kau duga. Ini mengenai pekerjaan"
"Kau berselingkuh!" tunjuknya. Kini air matanya mulai keluar. Tak terbendung. Namun tetap menatap Darwin tajam.
"Aku katakan, itu tidak benar. Kau berlebihan." Darwin menenangkan.

         Sayangnya, Anne tetap membara. Emosinya tak terkontrol. Wajahnya yang geram masih bisa ia tutup dengan tersenyum. Manis sekali. Sarkas.
" Baiknya, apa yang bisa kulakukan, sayang?"
"Andai aku bisa mengingatkanmu, sayang"
" Jangan berusaha menjadi ayahku!"
" itu ketakutanmu, Anne"
"Kau sebenarnya tahu, aku bisa menjadi siapapun yang aku mau. Aku adalah siapa yang kau pikirkan. Dan kini, aku menjadi siapa yang kau pikirkan, Darwin!"

          Anne mulai berteriak. Lebih tepatnya, Fero. Fero mulao bertindak brutal. Ucapannya sarkas. Tak terkendali. Darwin tahu, hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat.
" Anne, kekasihku. Tolong dengarkan ini,"
" Jangan menyuruhku mendengarkan apapun, Darwin. Kau busuk!" tetes demi tetes air mata itu perlahan keluar dari kelopak mata indahnya. Anne tetap tenang sambil berpaku disudut ruangan. Mengutuk dirinya yang sial.
"  Kau harus mendengarkan ini, sayang. Tolong. Aku tahu kau mencintaiku seperti ibumu mencintai ayahmu. Tapi apa yang kulakukan adalah tulus. Tak menginginkan kau celaka, ataupun sebaliknya. Kau ingat sebegitu kerasnya aku memperjuangkanmu. Memahami setiap titik naik turun emosimu. Berani menghadapimu bagaimanapun keadaanmu."

           Mendengar pernyataan Darwin, Fero luluh dihantam untaian memori yang diputar Darwin. Fero perlahan mengalah dengan senyum dan mematahkan pikiran jahatnya.
" Apa yang bisa kudengar darimu, wahai kasihku?" ucapannya mulai luluh. Suaranya mulai merendah. Napasnya tersengal.
" Aku akan pergi selama 3 bulan untuk urusan pekerjaan. Ke Batavia. Kalau kau izinkan aku pergi, aku akan pergi. Tapi bila tidak,..."
" Pergilah. Aku tak perlu menahanmu untuk sebuah pekerjaan. Itu tugasmu. Ini kepercayaanku." Anne memotong pembicaraan Darwin yang belum sepenuhnya diungkapkan.

" Ingatlah, selagi kupergi bertugas. Tolong, saat kau mulai merasa kesal, jangan sekali-kai kau ucapkan sumpah serapahmu. Aku tak ingin terjadi apapun padamu, kasih. Aku tak akan lama. 3 bulan apakah waktu yang bisa kubawa kepercayaanmu ke pulau seberang?"
" Bukan tentang dimana tempatnya atau berapa lama waktu yang kau buang bersamaku. Tapi, bagaimana aku disini tanpa ada penolong hidupku."
" Andai, nanti aku tak kembali, apa yang akan kau lakukan agar aku berkesiap, kasih?"
" Kan kutunjukkan padamu tentang kesetiaan seseorang"
" kumohon, jangan lakukan apapun. Tunggu aku sampai ku kembali, Anne Bianca" Darwin menghampiri Anne dalam pelukannya. Hangat sekali. Anne tersenyum dibalik pelukannya. Darwin tetap pada kekhawatirannya.

           3 Bulan tepat Darwin tak kembali. Janji Darwin di nanti. Anne menahan diri dari serangan dirinya sendiri. Fero tak lekas berubah. Anne masih sama. Ia belajar mempertahankan pergantian egonya. Sampai pada akhirnya, Anne yang tak tahu menahu seputar dunia peperangan, mendapat kabar dari tetangganya bahwa Darwin tak ingin kembali karena isterinya gila. Mendengar kabar itu, Anne semakin menjadi-jadi. Pikirannya kacau. Anne berpikir Darwin benar-benar berhianat.

           Nenek bian tak pernah tahu apa yang dialami cucunya selepas dari pelukannya dan menjadi isteri Darwin. Yang ia tahu, Anne 'kembali', Anne sudah sembuh. Sepulangnya Darwin ke kampung nenek Bian, ternyata ia sengaja ingin memberikan kejutan pada Anne. Namun terlambat, Darwin mendapatkan sebuah kabar yang ia dapat adalah kejutan pertama dan terkahir dari Anne. Anne kabur dari rumah, ia pergi menggunakan mobil sedan yang belum pernah ia gunakan. Anne tak pernah belajar menaiki mobil. Dan, Darwin telah menemukan kejutan Anne di sebuah pemakaman persis disamping mendiang ibunya. Darwin baru ingat, apa yang dikatakan isterinya, bahwa ia akan kembali menjadi siapa yang orang lain pikirkan mengenai dirinya. Sebuah kepercayaan dan kesetiaan yang Anne sampaikan, benar-benar terjadi. Darwin, seorang kekasih yang tak pernah meminta takdir.



TAMAT
         




Malang, 27 Mei 2018 (23:23)




You Might Also Like

1 coment�rios

  1. Nen. Mungkin kalau nulis skenario, ejaan nggak akan begitu diperhatikan *koreksi jika salah, aku ngutip mbak Inid yang pernah bilang nulis skenario nggak perlu cara berbahasa yang piye-piye* meski sebenarnya ejaan dan lain-lain bisa diperbaiki sambil jalan. Tapi dalam cerpen, hal beginian justru sangat diperhatikan sejak dalam paragraf pertama.

    Di cerpenmu ini, preposisi di-nya masih banyak yang kurang tepat semisal, di nanti yang semestinya dinanti. Digabung karena tidak menunjukkan tempat atau waktu. Akeh, Nen. Termasuk,"Ah, kau ini seharusnya perlu istirahat, nek. Jangan banyak beraktivitas. Biar aku saja yang nanti cari kerja, ya, nek" senyum Anne. Semestinya,"Ah, kau ini seharusnya perlu istirahat, Nek. Jangan banyak beraktivitas. Biar aku saja yang nanti cari kerja, ya." senyum Anne.

    Efek suara semacam hoaaam, bisa digantikan dengan narasi bahwa Anne sedang menguap. Tapi aku yakin, kurang tepat yang lain-lain, kamu bisa sendiri nyari. Termasuk cara menulis angka.

    Untuk latar waktu, dalam cerpen ini kurang jelas. Ada penyebutan Batavia, tapi sejak awal cerpen, narasinya terasa ada di tahun 2018. Hal begini bisa dikuatkan dari penamaan tokoh, cara berdialog atau suasana sekitar. Ya, dan bahkan penamaan tokoh sekalipun bisa memengaruhi imajinasi pembaca soal latar waktu dan tempat.

    Jadi, Anna mengalami kepribadian ganda? Pola berceritamu masih terasa berlarian. Dari Anna yang punya pacar sampai ortunya yang punya masalah dan membuatnya punya gangguan kesehatan mental. Tokoh Darwin juga terasa tiba-tiba hadir sebagai pahlawan.

    Cerpen ini sebenarnya bisa lebih berkilau kalau kamu lebih woles dalam penulisannya, nggak buru-buru dan barangkali mau membikin lebih tajam bagian gangguan kesehatan mentalnya Anne. Semacam gangguannya apaan, gimana bisa dia mengalami itu dan bagaimana kehidupan dia setelahnya.

    Peran nenek pun seperti dihilangkan paksa dengan menjejalkan peran Darwin di sini. Ada tuntutan ngepas-ngepasin judulnya kah?

    Terus konsep cerpenmu ini, semacam dongeng Sleeping Beauty dan kawanannya, di mana cinta yang berpasangan lawan jenis begini sebagai solusi setiap permasalahan. Di mana menanti pangeran berkuda putih adalah solusi setiap luka. Aku yakin, kamu sudah nonton versi live action pilem princess-princessan ini seperti Aladdin, Maleficent, Snow White dan lainnya. Konsep cinta di sana, adalah keluarga dan perjuangan. Kalaupun si tokoh akhirnya mendapat pasangan lawan jenis, itu bukan karena dia fokus menanti diselamatkan sang pangeran, tapi karena si putri bertemu si pangeran di tengah perjuangan yang sama. Istilahnya, bonus. Bukan tujuan utama.

    Tetap produktif ya, Nen. Aku penasaran kamu bisa berkembang seperti apa kelak.

    ReplyDelete

Like us on Facebook