Dia Datang (lagi) Setiap Malam

April 11, 2022

 GADUH (1)

Sumber foto : pinterest


Malam kian dingin setelah disiram seharian. Otakku berlarian kesana-kemari. Entah, apa yang dicari. Dibilang sedih, rautnya dilukis tawa.  Dibilang ceria, hatinya masih juga ingin berteriak.

Sebenarnya bukan karena situasi, tapi kadangkala isi dalam pikirannya sediri yang mau-tak mau mendesain cerita. Alhasil, pusingnya bukan main.

Gawai yang masih di genggaman, ragu-ragu kuletakkan di atas meja sebelah dipan kamarku. Aku tahu, masih penuh isi dalam kepalaku yang perlu disegerakan disalin kedalam tulisan. Di sisi lain, suara ibu menjadi alarm tiap kali membuka pintu dan masih melihat kamarku terang disinari layar gawai. Barangkali sudah dua kali beliau bolak-balik mengecek si sulungnya sudah terlelap atau malah masih terlena dengan aksara.

Ah sudahlah, jangan sampai datang teguran ketiga kalinya. Bisa-bisa gaduh semalaman, hanya karena aku jadi pembangkang malam ini. Seketika itu pula, mata kupaksakan memejam. Selang setengah jam berlalu, ternyata antara mata dan pikiran tidak seiya sekata. Sayangnya, bunyi gaduh di kepala lebih nyaring daripada detak jam dinding yang bertengger di dinding ruang tamu. Bisikan-bisikan itu datang lagi, lagi, dan begitu seterusnya. Hampir setiap malam.

Desakan-desakan ini selalu mampir dan menyiksaku setiap menjelang lelap. Seperti tak senang jika melihatku damai meski sebentar saja. Otak kanan-kiri dan hati saling berseberangan tak mau kalah. Katanya,

"Apa kabar ambisimu?"

"Katanya mau merawat diri?"

"Si ini perawatannya sukses. Hanya butuh waktu delapan bulan, tuh. Kamu, gimana? Bisa?"

"Sebentar. Apa kabar usaha almarhum? Masih mau dihidupkan kembali, kan? Iya, kan? Kapan mau dimulai?", "Sudah cukup tabungannya?"

"Astaga. List utama bukannya beli rumah dulu, ya? Nabung berapa lama, ya?"

"Eh, pelan-pelan dulu. Kamu juga butuh menambah berat badan, loh."

"Buka usaha untuk ibu, ya, jangan lupa! Kasihan, masa tuanya jangan sampai kerja keras terus. Kamu, dong yang kerja keras harusnya. Kan, anak pertama."

"Ngomong-ngomong, hutang ibu dan ayah sudah lunas, kan? Harus dipastikan dulu itu. Jangan biarkan masa tuanya mereka masih menimbun utang."

"Oh iya, tiap bulan iuran bayar token listrik, PDAM, dan sewa rumah, ya"

"Terus, bisnis dekorasi yang kamu rencanakan, kapan mau jalan?"

"Buku, gimana buku? Masih niat nulis, kan?"

"Sekarang kalau nulas-nulis terus, sampai korbankan kesehatan diri sendiri aja lupa. Mana hasilnya nulis? Ada???"

"Impianku kapan, ya bisa aku capai?"

Satu-persatu bergantian. Bersahutan di otak tengah. Kemudian, semuanya tak mau kalah. Aku, mau-tak mau harus mengalah.


Bersambung...

You Might Also Like

0 coment�rios

Like us on Facebook