TITIK NOL KOTA PROBOLINGGO YANG DILUPAKAN

April 12, 2022

(Sumber foto : FB Info Probolinggo)

Apa yang akan kalian ingat, kalau mendengar kalimat titik nol Kota Probolinggo? Nggak ada, ya? Nah, sama. Loh, kok gitu?

Halo, pembaca setia Gendhis. Kali ini, saya ingin membahas topik yang diluar dari kebiasaan. Dikatakan cukup berat, karena tidak seperti biasanya saat mempublikasikan tentang fiksi, narasi, prosa atupun puisi. Melainkan mengulik sedikit tentang sejarah Kota Probolinggo, dimana tempat ini adalah tanah kelahiran saya. Tidak cukup berhenti sampai di situ, ternyata kota Probolinggo memiliki ragam sejarah yang asik untuk dibahas. Salah satunya titik nol.

Beberapa bulan saya kembali ke tanah kelahiran, saya rasa tidak ada yang spesial dari kota ini. Pasalnya, kalau orang-orang asli kota ini sendiri bilang, 

"Apa yang mau dicari dari Probolinggo?", Katanya.

Memang, kalau warganya sendiri rata-rata menganggap tidak ada hal istimewa yang bisa diangkat dari kota ini. Bahkan dengan luas wilayah 56,67 km2, kamu masih bisa bertemu dengan "eh dia lagi, dia lagi". Bahkan, saya sendiripun yang baru kembali dari tanah rantau, masih menganggap kota ini ya begitu-begitu saja. Sampai pada akhirnya, saat mulai melewati jalan raya kota ini, ada yang aneh. Tapi apa ya? Ah benar, fasilitas kota mulai diperbaiki, ada penambahan seperti tanda nama jalan dengan ukuran yang cukup mudah dipandang jarak jauh, museum-museum yang kembali hidup, sampai lampu jalanan yang mulai kembali terurus. Dan salah satunya tugu di dekat resto Sumber Hidup, restoran legendaris Kota Probolinggo-yang siapapun pasti kenal dengan namanya. Tugu yang diberi ikon angka nol susun 3 (tiga), menarik perhatian saya.

Melalui sumber radar Bromo, titik Nol Kota Probolinggo diketahui bergeser, nih dari lokasi semula. Dulu, pada tahun 1942, saat masa penjajahan Belanda, titik nol itu berada di depan Mako Kodim/0820. Titik nol yang dibuat oleh Belanda itu dicabut untuk mengecoh tentara Jepang.

Referensi tentang titik nol Kota Probolinggo didapat dari media cetak Asia-Raya edisi Rebo 1 Djoeli 2602–No. 62 dengan judul "Tiang K.M Baroe". Berdasar tulisan tersebut, Achmad Budiman Suharjono, pemerhati sejarah asal Kota Pasuruan, menerangkan yakin bahwa dulu, pemerintah Belanda membuat titik nol tepat di depan karesidenan. Yang bisa dikatakan, tempat titik nol dimaksud adalah markas Kodim/0820.

Titik nol yang dulunya berfungsi sebagai referensi titik penghitungan jarak dan referensi lokasi pembangunan sebagai infrastruktur di suatu wilayah, di era tersebut juga berfungsi sebagai perhitungan biaya kedinasan luar kota seorang pegawai berkilo-kilo meter.

Tetapi, pada tahun yang sama, saat Jepang masuk dan mulai beralih menjajah, pemerintah Belanda sengaja mencabut PAL yang digunakan sebagai penanda titik nol untuk mengecoh Jepang agar kebingungan soal wilayah. Sayangnya, meski dilakukan pencabutan pal titik nol, Jepang sama sekali tidak terpengaruh. Sebab pal titik nol di peta, ditandai dengan huruf P. Yang kemungkinan besar dipasang kembali dengan simbol P oleh pemerintah Belanda, tetapi dengan perkiraan saja, nih. Karena, jika dilihat melalui peta, saat ini lokasinya berpindah sedikit ke arah selatan Rumah Makan Sumber Hidup seperti yang kita ketahui hingga hari ini.

Namun, lagi-lagi. Semakin berkebangnya teknologi, titik nol ini tidak lagi jadi acuan seseorang dalam menghitung jarak. Dengan adanya gawai yang didukung oleh GPS (Global positioning System), makin mempermudah peralihan seseorang dari satu titik ke titik yang lain, tanpa mencari dimana titik koordinatnya atau titik nolnya lagi.

Meski demikian, sejarah tidak dapat dilupakan begitu saja. Kemerdekaan ada, karena adanya sejarah. Maka pemerintah tetap memperbarui tanda pal titik nol pada tahun 2019 dan dibangun penanda di trotoar tengah kota. Jangankan masyarakat lain, saya saja yang mulanya tidak tahu lokasi tersebut bahwa itu merupakan titik nol, kini malah tahu secara jelas. Wajar kalau di awal pembangunan tersebut, tempat ini ramai dijadikan tempat berfoto-foto. Dengan begitu, meski fungsinya tak lagi dijadikan acuan, media maya tetap akan jadi penyambung informasi yang kuat di era ini. Dan sejarah, kembali terangkat lewat generasi-generasi muda yang makin canggih. (Neni)



 

You Might Also Like

0 coment�rios

Like us on Facebook