Ditulis Saat Patah Hati
June 19, 2022
Source : pinterest
Pukul enam sore
Semburat merona
Marah kemerahan
Kemudian langit jatuh
dengan lugu
Di balik sore ;
Yang ayu
Yang semu
Kusam, pucat
tanpa sekat
Semburat merona
Marah kemerahan
Kemudian langit jatuh
dengan lugu
Di balik sore ;
Yang ayu
Yang semu
Kusam, pucat
tanpa sekat
Kemudian langit abu menutup
Seperti tirai Opera
Perlahan-lahan
Perlahan-lahan
Kemudian aku menjelma bayanganmu ;
Menjadi pintu rumahmu
Menjadi menu sarapan, makan siang, dan makan malammu
Menjadi aroma kamarmu
Menjadi sarung bantalmu
Menjadi pencukur jenggotmu
Menjadi cermin kamar mandimu
Menjadi handukmu
Menjadi remot AC ruang tamumu
Menjadi gunting kukumu
Menjadi selimut di ranjangmu
Menjadi baju koko, sajadah, sarung kotak-kotak, dan tasbihmu
Menjadi ingar-bingar di telingamu
Menjadi lamunanmu
Menjadi degup yang berperang dalam jantungmu
Menjadi adu tanya dalam benakmu
Menjadi
Ketakutanmu
Menjadi
Kekhawatiranmu
Menjadi sunyi-senyap di dadamu
Menjadi air mata, amarah, dan gelak tawamu
Menjadi yang tak terduga bahkan yang paling tak masuk akal sekalipun
Menjadi air mata, amarah, dan gelak tawamu
Menjadi yang tak terduga bahkan yang paling tak masuk akal sekalipun
Pukul enam sore
Lantang adzan menjadi ketakutanku
Sebab pulang jadi alasanku kembali menjadi utuh. Sebenar-benarnya "Aku"
Dan membiarkanmu
Sendiri membopong bintang di pundak kanan, bunga kemuning di tangan kiri
Digenggamnya hati-hati
Di penghujung waktu yang kian sunyi
Menanyakan perihal hidup dan kehidupan yang tersembunyi
Menanyakan perihal hidup dan kehidupan yang tersembunyi
Dari matamu, mataku
Ketakutan-ketakutan berjalan menuju pintu
Yang sebelumnya tak pernah mau dituju
Brantas, Prob.
19/06/2022
0 coment�rios