"Tempat Paling Liar di Muka Bumi" Theoresia Rumte & Weslly Johannes

July 05, 2022

 

Gambar : Sampul "Tempat Paling Liar di Muka Bumi" 

"Tempat Paling Liar di Muka Bumi" Oleh Theoresia Rumte & Weslly Johannes.


Saya yang baru saja menyelesaikan bacaan kumpulan puisi karya Theoresia Rumte & Weslly Johannes berjudul "Tempat Paling Liar di Muka Bumi" dibuat terpukau. Sebenarnya sudah tuntas saya baca dari beberapa bulan lalu. Maklum, waktu lebih memilih untuk memprioritaskan pada sidang skripsi dan persiapan wisuda. Jadi, tidak banyak yang bisa saya komentari, karena begitu asyik membaca dari bait awal sampai akhir buku ini. Disisipi dengan ilustrasi yang penuh maksud dan artsy, bacaan jadi begitu imajinatif. Entah apa yang dibayangkan oleh kedua penulis saat menciptakan karya ini, tapi yang jelas saya tahu Theoresia Rumte bersama Weslly Johannes adalah perpaduan yang pas jika diibaratkan sebuah ramuan. Porsi dan takaran yang seimbang dalam meramu tulisan ini. Pasalnya, tidak semua bisa menuliskan puisi yang seolah saling berbalas dalam waktu dan ruang yang berbeda. Begitupun dengan saya. Sulit untuk mengaduk-aduk emosi dengan campur tangan lebih dari satu kepala.

Jujur, mengulas seputar buku antologi puisi bukanlah suatu hal yang mudah. Semoga saya bisa berhati-hati dalam menyampaikannya. Sebab dari setiap puisi satu ke puisi yang lain, pemahaman setiap orang akan berbeda-beda. Puisi memang multitafsir. Sama halnya dengan sebuah lukisan. Memang hanya si pelukisnya sajalah yang bisa mengartikan maksud dari goresan dan warna yang ia ciptakan. Pada puisi, hanya penulis itulah yang sejatinya dapat memahami maksud yang ia tulis. Jadi, inilah tulisan pertama saya mengulas seputar antologi puisi (dalam hati berdoa, semoga tidak buyar fokus. Karena saking groginya hihiii. Peace ✌🏼)

Gambar : Tempat Paling Liar di Muka Bumi (WJ, Hal. 21)

Saya tekankan dulu di awal, bahwa buku ini telah dicantumkan khusus batasan usia yang bisa membacanya, 17+. Memang, puisi adalah bahasa yang universal. Siapapun boleh membacanya. Hanya saja, kita perlu waspada dan lebih bijak dalam memilih buku bacaan. Termasuk pula puisi. Sebab saya sudah menginjakkan usia lebih dari 17 tahun, bukan hal yang tabu lagi untuk membaca buku dengan batasan usia melebihi 17+, bukan?

Iya, antologi puisi ini beraroma dewasa. Maksud dari konotasi dewasa, bukan tentang hal-hal berbau pornografi ataupun pornoaksi. Tetapi pemakaian metafora-metafora yang kaya, dikemas begitu epic dan megah dalam buku ini. Tunggu dulu, bukan karena "siapa" yang menulis, tapi begitulah saya mencernanya. 

Gambar : Tempat Paling Liar di Muka Bumi. TR (49)

Antologi puisi berjumlah 100 halaman ini telah menyita aktivitas saya untuk menelan ludah dan melongo seharian penuh menyelesaikan bait demi baitnya. Saya sudah disuguhkan dengan warna romansa, kerinduan, jarak, waktu, konsekuensi dan sebuah ciuman-ciuman yang paling ditunggu-tunggu para sepasang kekasih.

Waaaah, ngomongin soal "ciuman" seperti hal yang tabu diangkat di sini, ya? Memang, hampir belum pernah terlihat di artikel manapun yang diangkat saya di sini. Begitulah daya pikat buku ini bekerja. Hal tabu yang kalian pikirkan tentang "ciuman" itu telah mengakar dan melekat dalam benak kalian, bahwa konotasi "ciuman" adalah salah dan tabu. Sayangnya, buku ini menentang pikiran-pikiran tabu itu. Andai kata diresapi dengan sudut pandang lain, maka tentu maknanya berbeda.

Penulis menyajikan kasih sayang dengan natural, tidak tergesa-gesa, dan apa adanya. Begitupula balasan puisi dan saling berbalas dalam buku ini. Seperti bagaimana caranya mengasihi pasangan dengan cara yang paling sederhana sekalipun. Dari matanya, helaian rambutnya, lengan yang luas menopang pelukan-pelukan panjang, dan bagaimana cara menghayati setiap detil keistimewaan pasangan yang tidak mengubah diri menjadi diri yang lain.

Sebagai wanita yang menginginkan hati kekasihnya utuh, bukan suatu hal yang percuma memberikan seluruhnya yang ia mampu untuk dibawa pulang setelah ia pun tahu perpisahan kadang menjadi momok paling ditakutkan, menyerang. Begitupula pada sisi lelaki yang menggilai kekasihnya sebegitu keras dan tidak ingin lepas. Bahkan cinta bukan lagi bentuk sederhana yang bisa ia kerahkan seluruhnya. Itu yang saya tangkap dari antologi puisi berjudul "Tempat Paling Liar di Muka Bumi". 

Gambar : Tempat Paling Liar di Muka Bumi (WJ. Hal 42)

Kita semua tahu, bahwa tempat paling liat di muka bumi sebenarnya ada pada pikiran kita masing-masing. Ia bisa menjadi payung. Teduh, mendekap, menjaga dari setiap ragu. Ia melindungi. Namun seketika bisa menjadi bumerang. Menggerogoti isi dalam pikiranmu, ragamu, begitupun pada hatimu. Menutup logika, menutup akal sehat, dan juga bersenang-senang di atas nelangsa. Asal tetap bersama. Semua dilewati saja. Berdua.

Terlepas dari isi bacaannya terkesan vulgar dan begitu intim, khususnya bagi para pembaca Theoresia Rumte dan Weslly Johannes, buku ini perlu dibaca dengan saksama dan hati-hati. Sebagai saran, jangan membaca buku ini di tempat yang sunyi. Emosimu pasti akan lebih liar menggerogoti. Jadi, jangan sampai pikiranmu kosong dan melayang kemana-mana. Tidak disarankan juga membaca buku ini sambil meneguk sebotol bir ataupun minuman alkohol olahan lain, meski hanya sepuluh persen. Kasihan jantungmu, degupnya akan lebih cepat terguncang. Hahah berlebihan, kannn? Ya seperti itulah cara saya mencerna isi puisi ini. Penuh kekhawatiran. Sebab saya pun sembari membaca, mengendalikan isi pikiran saya supaya tidak semakin liar.

Ilustrasi karya dari tangan hebat seorang Bambang Nurdiansyah mampu memabukkan pembacanya. Seperti hidup, menghidupkan setiap perjalanan bait puisi yang tercipta.

Begitulah cinta, ia menemukan. TR (63)

Memang benar, setiap puisi yang diberi nyawa akan lebih terasa hidup. Meski bukan diisi dengan nyawamu sendiri. 

Gambar : sampul belakang "Tempat Paling Liar di Muka Bumi"

Penulis : Theoresia Rumte & Weslly Johannes

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Ilustrasi : Bambang Nurdiansyah 

Cetakan keempat : Februari 2022


Oh iya, ternyata, tidak berhenti sampai di judul ini saja, lho, antologi puisi karya Theoresia Rumte & Weslly Johannes. Kamu bisa membaca antologi puisi lainnya yang baru-baru ini terbit berjudul "Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi" (PPPPPP). Saya belum membacanya, penasaran. Nanti saya coba tuliskan di sini sehabis membacanya,ya.

You Might Also Like

0 coment�rios

Like us on Facebook